The Lost; Online Shop dan saya
3/30/2018
Sebenarnya saya ragu ragu untuk menceritakan pengalaman saya. Karena kemampuan liguistik saya tidak bagus meskipun saya lulusan sastra univ sadhar yogya. Bisa dikatakan saya cuma beruntung lulus kuliah. Bagaimana tidak, saya menghabiskan 8 tahun lamanya untuk menyelesaikan kuliah saya. Lulus dengan ip pas pasan, untungnya tidak sempat menganggur lama. Cuma beberapa minggu saja saya lalu dapat panggilan kerja, padahal saya tidak sedang melamar pekerjaan. Pengalaman kerja saya cuma part-time sebagai server warnet, server cafe, kasir, dan beberapa pekerjaan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kuliah saya. *Thaks to sadhar, kuliah di sana gih, bisa langsung dapat panggilan kerja seperti saya lho. Dan eh, pengalaman kerja gak penting saya ternyata punya satu kesamaan, servis aka service aka melayani.
Ditempatkan sebagai sekretaris direktur (service lagi), pekerjaan saya lumayan gampang karena cuma menyusun jadwal rapat dan jadwal harian, jadwal penerbangan, dan jadwal jadwal lainnya. Tidak terhitung menemani senam, makan, dan membantu memilihkan gaun pesta. Itupun tidak setiap hari karea direktur saya ngantor nya di Jakarta, dan cuma seminggu sekali ngantor di Solo. So gampang sekali tapi gaji sama dengan yang lain. Apakah itu sebutannya? Bejo.
But it feels something missing, yaitu challenge. Perkenalan dengan internet membuat saya memutuskan untuk berhenti bekerja tahun 2009. Di kantor, bukannya kerja, saya malah asik buka Alibaba. Sungguh tak bisa menipu passion saya ingin jualan saja rasanya. Ikut rapat kantor, pikiran saya cuma berapa usd dikali berapa persen dijual berapa rupiah dapat nya berapa rupiah. Berapa modal yang harus saya siapkan jika saya membeli sekian usd. Dikirim lewat mana. Bagaimana kalau ditipu. Bagaimana kalau tidak laku. Barangnya akan di jual dimana. Bagaimana cara menjualnya. And so on, and so forth.
You know what; when something desirable calls you. The voice was tremendously smooth but also demanding. Like a whispered, but very loud inside. It feels like it touches your heart and soul. And the more you ignore it, the more you can't handle yourself to answer it.
So I answer it, and the voice remains silent.
Ditempatkan sebagai sekretaris direktur (service lagi), pekerjaan saya lumayan gampang karena cuma menyusun jadwal rapat dan jadwal harian, jadwal penerbangan, dan jadwal jadwal lainnya. Tidak terhitung menemani senam, makan, dan membantu memilihkan gaun pesta. Itupun tidak setiap hari karea direktur saya ngantor nya di Jakarta, dan cuma seminggu sekali ngantor di Solo. So gampang sekali tapi gaji sama dengan yang lain. Apakah itu sebutannya? Bejo.
But it feels something missing, yaitu challenge. Perkenalan dengan internet membuat saya memutuskan untuk berhenti bekerja tahun 2009. Di kantor, bukannya kerja, saya malah asik buka Alibaba. Sungguh tak bisa menipu passion saya ingin jualan saja rasanya. Ikut rapat kantor, pikiran saya cuma berapa usd dikali berapa persen dijual berapa rupiah dapat nya berapa rupiah. Berapa modal yang harus saya siapkan jika saya membeli sekian usd. Dikirim lewat mana. Bagaimana kalau ditipu. Bagaimana kalau tidak laku. Barangnya akan di jual dimana. Bagaimana cara menjualnya. And so on, and so forth.
You know what; when something desirable calls you. The voice was tremendously smooth but also demanding. Like a whispered, but very loud inside. It feels like it touches your heart and soul. And the more you ignore it, the more you can't handle yourself to answer it.
So I answer it, and the voice remains silent.
Intenet dan Saya
Facebook
Seperti mengikuti arus sungai sampai ke hilir. Tahun 2009 - 2010 adalah awal dimana saya sibuk dengan internet. Gandrung. Di tahun ini juga saya memulai berjualan online produk Korea. Facebook adalah media sosial pertama yang saya pakai untuk promosi jualan. Dan saya yakin, rata rata seller online shop dulunya memulai dengan cara sederhana seperti saya; lewat facebook.
Waktu itu rame. Yalah, karena masih sedikit penjual nya. Dulu berjualan online itu gampang. Saya cuma butuh posting gambar di Facebook, pasang keterangan harga dan nomer hape. Seperti menekan tombol klik, dalam sehari saya bisa menjawab pertanyaan dari calon pembeli sampai puluhan. Rata rata mereka beli, tidak cuma tanya.
Semudah itu, sesederhana itu.
Seperti mengikuti arus sungai sampai ke hilir. Tahun 2009 - 2010 adalah awal dimana saya sibuk dengan internet. Gandrung. Di tahun ini juga saya memulai berjualan online produk Korea. Facebook adalah media sosial pertama yang saya pakai untuk promosi jualan. Dan saya yakin, rata rata seller online shop dulunya memulai dengan cara sederhana seperti saya; lewat facebook.
Waktu itu rame. Yalah, karena masih sedikit penjual nya. Dulu berjualan online itu gampang. Saya cuma butuh posting gambar di Facebook, pasang keterangan harga dan nomer hape. Seperti menekan tombol klik, dalam sehari saya bisa menjawab pertanyaan dari calon pembeli sampai puluhan. Rata rata mereka beli, tidak cuma tanya.
Semudah itu, sesederhana itu.
Multiply
Selain lewat Facebook, saya juga join Multiply. Penjual online shop tahun segituan pasti tidak mungkin tidak tau Multiply atau MP. Dengan basis Jejaring Sosial Blog, pengguna seperti punya website sendiri karena halaman bisa di utak utik dengan html (sok tau html :p). Selain itu ada fitur chat nya juga, jadi kita bisa langsung mengobrol dengan pembeli.
Tapi sayangnya sekitar tahun 2013 gagal mengembangkan web berbasis E-commerce, akhirnya mereka menyatakan tutup (sumber KOMPAS). Dan saya pun tetap berlenggang dengan membuat website sendiri, yang saya kasi judul; intenscorner.com
Tokopedia
Selain Multiply, saya juga buat akun di Tokopedia. Jaman dulu Tokpedia tidak seperti sekarang. Semua layanan nya masih gratis, tidak ada yang bayar. Meskipun menunya masih sederhana, cuma ada menu posting produk, keterangan, gambar, berat volume produk, komen, integrasi layanan kurir, dan beberapa fitur sederhana lainnya. Namun begitu, antusias pembeli juga tak kalah banyak dengan hanya berjualan lewat facebook saja.
Jayalah juga saya di Tokopedia. Hore!
Nah, kira nya tiga media sosial inilah yang saya pakai secara aktif untuk mempromosikan jualan dan mendapatkan banyak pembeli dari hampir seluruh Indonesia.
But then, saya melupakan Facebook, Tokopedia, dan BBM dan SMS; saya sibuk dengan website saya. Saya sibuk dengan buyer loyal saya. Dan akhirnya saya sibuk dengan diri saya sendiri.
Menurut rekam jejak saya, antara tahun 2011 sampai dengan 2014 lah saya banyak bertemu dengan buyer loyal. Baik yang membeli secara satuan, ataupun borongan. Seperti magic, semua berjalan dengan mulus. Komunikasi yang lancar, penjualan yang semakin lama semakin meningkat, dan hitunglah sendiri margin penjualan saya; banyak.
Nekat adalah kata yang tepat buat saya waktu itu. Jumlah yang tidak relevan, backing yang tidak kuat, salah prediksi, kurang informasi. Ilegal. Saya cuma modal nekat. Jangan ditiru ya.
Jika menceritakan perasaan saya, pasti bisa satu buku panjangnya. Dan pasti tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, supaya bermanfaat, mengingat passion saya masih membara, post selanjutnya saya akan cerita cerita pengalaman impor dibawah 50 usd saya.
Tapi sayangnya sekitar tahun 2013 gagal mengembangkan web berbasis E-commerce, akhirnya mereka menyatakan tutup (sumber KOMPAS). Dan saya pun tetap berlenggang dengan membuat website sendiri, yang saya kasi judul; intenscorner.com
Tokopedia
Selain Multiply, saya juga buat akun di Tokopedia. Jaman dulu Tokpedia tidak seperti sekarang. Semua layanan nya masih gratis, tidak ada yang bayar. Meskipun menunya masih sederhana, cuma ada menu posting produk, keterangan, gambar, berat volume produk, komen, integrasi layanan kurir, dan beberapa fitur sederhana lainnya. Namun begitu, antusias pembeli juga tak kalah banyak dengan hanya berjualan lewat facebook saja.
Jayalah juga saya di Tokopedia. Hore!
Nah, kira nya tiga media sosial inilah yang saya pakai secara aktif untuk mempromosikan jualan dan mendapatkan banyak pembeli dari hampir seluruh Indonesia.
Website
intenscorner.com
Seperti semacam ego, setidak nya itulah yang saya rasakan sewaktu pertama kali saya memutuskan untuk membuat website pada taun 2012. Saya merasa wow begete. Hehe. Seolah, aduh keren sekali punya website, melayani buyer yang sudah ATC (add to chart).
Menurut rekam jejak saya, antara tahun 2011 sampai dengan 2014 lah saya banyak bertemu dengan buyer loyal. Baik yang membeli secara satuan, ataupun borongan. Seperti magic, semua berjalan dengan mulus. Komunikasi yang lancar, penjualan yang semakin lama semakin meningkat, dan hitunglah sendiri margin penjualan saya; banyak.
Customs dan saya
My 2nd Voice
Saya pengen punya anak. Saya ingin punya peran sebagai Ibu. I did it, and I'm doing it. Setelah anak saya lahir tahun 2014, saya mulai sibuk dengan peran baru saya sebagai Ibu. Waktu saya tersita untuk mengurusi anak, domestic things. Hasilya; jualan online shop saya berjalan statis. Saya cuma melayani buyer langganan. Saya tidak ada waktu untuk promosi. Saya tidak update pengetahuan saya tentang produk terlaris. Saya buta informasi. It doesn't need to be that way, but in fact I can't splitted my mind. And that's the fact, I can't fight my ego. As the consequences, I lost my net.
The Lost
Tidak berhenti disitu. Kenyataan pahit harus saya terima di tahun 2016. Barang saya tertahan bea cukai. Enam box besar dengan total berat 60 kilo tidak bisa saya keluarkan dari bea cukai. Alasannya, harus mengurus ijin BPOM. Jumlah barang saya sudah tidak relevan dengan Invoice dan BL. Sudah pasti.
Nekat adalah kata yang tepat buat saya waktu itu. Jumlah yang tidak relevan, backing yang tidak kuat, salah prediksi, kurang informasi. Ilegal. Saya cuma modal nekat. Jangan ditiru ya.
Jika menceritakan perasaan saya, pasti bisa satu buku panjangnya. Dan pasti tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, supaya bermanfaat, mengingat passion saya masih membara, post selanjutnya saya akan cerita cerita pengalaman impor dibawah 50 usd saya.
0 comments
Leave a reply